Search

Tuesday, July 2, 2013

Salah Kelola,Rakyat Sengsara


30MAY

Entah apakah pengambil kebijakan di negara ini pernah melihat betapa memprihatinkannya rakyat Indonesia berebut kendaraan umum setiap pagi? Andai mereka mau menyempatkan diri ke daerah Pasar Rebo, Jakarta Timur; mereka akan menyaksikan pengguna kendaraan umum – khususnya metromini – sampai masuk lewat pintu supir asalkan bisa masuk ke dalam bus yang sudah penuh sesak. Berjejal-jejalan, sementara di tempat yang tak jauh ada rombongan presiden dengan pengawalan yang panjang dan jalur eksklusif.
Bicara ironi, memang negeri ini penuh ironi. Saat penguasa meneriakkan seruan hemat energi, suara itu masuk ke telinga masyarakat yang sehari-hari sudah terbiasa berdesak-desakan di bis kota, di kereta listrik, di transjakarta; sementara presiden dan menterinya terbiasa dengan kawalan sejumlah mobil yang mengkonsumsi energi untuk rakyat.
Kini saya harus membayangkan bahwa kami – rakyat Indonesia – yang terbiasa berjubelan di kendaraan umum ini harus makin merana oleh rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Alasannya, anggaran negara terkuras oleh subsidi BBM. Kami manggut-manggut sembari disuguhi berita pemerintah Indonesia menambah hutang luar negerinya.
Sungguh niat baik pemerintah untuk menaikkan harga BBM ini masih ada ganjalan dalam hati, karena setidaknya ada dua hal yang belum pemerintah penuhi. Pertama, pengadaan energi alternatif; kedua, penyediaan transportasi publik yang memadai dan manusiawi.
Entah apa kabarnya projek tanaman jarak pagar yang dikembangkan di daerah seperti NTB? Juga penemuan biodiesel dari tanaman singkong, jagung, dll? Berapa banyak kontribusinya buat konsumsi energi nasional? Dan seperti apa perhatian pemerintah untuk pengembangan energi alternative seperti itu?
Memang seperti tidak terdengar peranan energi alternatif di Indonesia. Hingga akhir September 2012, realisasi konsumsi biodiesel nasional hanya sekitar 480.358 kiloliter atau 53,3% dari target pemerintah sebesar 900.000 kiloliter (1). Sangat jomplang dengan konsumsi BBM di Indonesia yang pada tahun 2012 mencapai 45juta kiloliter. (2)
Karena kegagalan pemerintah menggenjot penggunaan energi alternatif, harga yang dibayar adalah kenaikan harga BBM yang dibebankan pada masyarakat.
Bagaimana dengan cerita transportasi publik? Tak kurang suram dengan energi alternatif. Bagaimana mungkin pengguna kendaraan pribadi disalahkan sementara di KRL Ekonomi rakyat berjejalan hingga ke atap kereta? Juga moda transportasi publik lainnya, jauh dari kata memadai. Ketersediaan armada bis umum makin berkurang. Di Jakarta dan sekitarnya, banyak trayek bis umum yang tak pernah terlihat lagi. Belum lagi masih banyak daerah yang belum terhubung oleh jalur transportasi publik. Siapkah masyarakat bila disuruh beralih ke transportasi umum sekarang juga? Tentu jawabannya tidak.
Dua hal itu saja tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah. Negeri ini salah urus. Dan rakyatlah yang harus menanggung akibat kesalahan pemerintahnya. Tapi itu konsekuensi logis juga, karena rakyatlah yang memilih pemerintahnya melalui pemilihan umum dan pemilihan presiden langsung.
Anehnya, ada argumentasi yang membela pemerintah dengan alasan bahwa pemerintah tak mampu membangun transportasi publik yang baik karena dananya tersedot oleh subsidi BBM. Bagaimana logika rakyat bisa dibodohi dengan alasan ini?
Padahal baru bulan kemarin (April 2013) pemerintah menambah utang baru sebanyak 3 milyar USD (3). Padahal per Maret, posisi hutang Indonesia mencapai Rp 588,38 Triliun. Dan ini belum ditambah berita gembira dari DPR yang membolehkan Indonesia menambah hutang baru 161,4 Triliun untuk menutup defisit APBN.(4)
Disuguhi atraksi penambahan hutang begini oleh pemerintah, apakah rakyat mampu memaklumi ketidak-mampuan pemerintah membenahi transportasi publik di negara ini?
Dan tontonan hutang-menghutang ini masih diberi bonus dengan pemberantasan korupsi yang melempem. Rakyat harus menonton pemerintah menggelontorkan dana Rp 6 Triliun lebih untuk sebuah bank yang namanya sangat jarang didengar oleh masyarakat. Aksi saweran 6 Triliun yang ditenggarai sarat korupsi itu pun tak mampu dituntaskan oleh KPK hingga kini. Belum lagi korupsi-korupsi lain yang cukup banyak merugikan negara seperti kasus Hambalang, Wisma Atlet, dll.

0 comments:

Post a Comment